iklan muslimah house foto pemandangan sunset landcape model aceh economi aceh

25 Mei 2008

Masih Kecil ”Kok” Insomnia?

Tidur jadi momen penting bagi anak-anak. Pasalnya, sekira 80% pertumbuhan otak dan fisik mereka terjadi saat tidur. Ketika itu pula, terjadi perubahan keseimbangan sistem saraf di otak. Sekira 75% hormon tubuh juga dikeluarkan saat tidur.
PUTRA Anda berusia 3-5 tahun? Sehat, pintar, tapi sulit tidur? Tak bisa dimungkiri, anak-anak pengidap insomnia (sulit tidur) pasti¬lah sangat merepotkan. Energinya seolah tak pernah habis dan tahan membuka mata hingga tengah malam. Ujung-ujungnya, terpaksalah ayah-ibunya menggelar jadwal piket untuk meladeni sang anak sebelum tidur.

Ada-ada saja yang dilakukan si "insomnia cilik" ini. Melompat-lompat di tempat tudur, main game, tak henti-hentinya nyerocos, atau menyanyi keras-keras, misalnya. Bila dipaksa untuk tidur, ia unjuk rasa lewat tangisan yang memekakkan telinga.

Energi anak-anak memang luar biasa. Mereka sanggup bermain atau melakukan sesuatu selama berjam-jam, bahkan sampai aktivitas itu melewati jam tidur siang atau malamnya. Padahal, anak memerlukan durasi tidur yang lebih panjang dibandingkan orang dewasa. Anak usia prasekolah (3-5 tahun), dalam hitungan normal, membutuhkan tidur malam selama 9-11 jam. Beberapa anak membutuhkan tidur siang, ada juga yang tidak. Yang pasti, kalau anak terlihat bugar, tanggap, dan siap beraktivitas setelah bangun, itu indikator ia cukup tidur.

Ini mungkin mengagetkan. Di AS, sekira 84% anak usia 1-3 tahun memiliki gangguan tidur menetap. Mereka tak bisa segera tidur nyenyak atau kerap terbangun di malam hari. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan penelitian sebuah lembaga kesehatan tahun 2005, 51,3% dari 80 anak usia prasekolah terbukti mengalami gangguan tidur.

Terlalu Aktif
Untuk mengetahui apakah anak kurang tidur, cara paling mudah adalah dengan memperhatikan tanda-tandanya. Misalnya, apakah anak sulit bangun pada pagi hari, sering tidur larut, mudah marah (emosional), banyak menyanggah, impulsif (menurutkan kata hati), rewel, mudah frustrasi, atau mudah tertidur saat sebelum dan sesudah makan. Satu tanda lagi adalah perilaku hiperaktif. Orang tua sering terkecoh dan menganggap anak sangat lincah atau punya cadangan energi berlebih.

Padahal, ini tanda kelelahan akibat terlalu aktif. Kondisi ini akan memicu pelepasan zat-zat kimia perangsang, semacam adrenalin dan nonadrenalin yang mampu melawan kelelahan. Tak heran, ada anak yang sanggup melakukan permainan melelahkan setelah pukul 22.00.
Perlu diketahui, akibat insomnia pada anak-anak cukup mengkhawatirkan. Mereka terancam gangguan kecerdasan seperti sulit konsentrasi, daya ingat lemah, atau kehilangan kreativitas. Mereka juga mudah cemas, kurang mandiri, dan kurang percaya diri. Kelelahan kronis bahkan dapat mendorong munculnya perilaku agresif, pembangunan, serta kurang bisa bekerja sama.
Selain itu, sejumlah riset juga menunjukkan bahwa anak-anak pengidap insomnia di bawah usia 3-5 tahun rentan terluka karena kecelakaan (di rumah atau di sekolah). Ini terjadi terutama pada anak laki-laki.

Lalu, sebetulnya, apa pencetus insomnia pada anak-anak?
Persoalannya tidak terletak pada kekacauan jadwal tidur atau kerapnya anak terbangun di tengah malam. Tapi, pola tidur saat masih bayi bertahan terlalu lama, atau munculnya kebiasaan buruk baru. Penyebabnya bisa beragam. Mungkin anak mengalami gangguan pembesaran tonsil, asma, pencernaan, nyeri kronik (gigi, telinga, otot), dan gangguan-gangguan fisik lainnya.
Selain faktor fisik, faktor psikis dan lingkungan juga punya andil besar. Bergantinya tempat tidur, pindah kamar, cara orang tua mengatur tidur anak, atau berubahnya jadwal aktivitas kesehariannya.

Rutinitas baru
Tidur jadi momen penting bagi anak-anak. Pasalnya, sekira 80% pertumbuhan otak dan fisik mereka terjadi saat tidur. Ketika itu pula, terjadi perubahan keseimbangan sistem syaraf di otak. Sekira 75% hormon tubuh juga dikeluarkan saat tidur.
Pada keadaan tidur pula, dalam tubuh anak terjadi konservasi energi, sekaligus perbaikan dan pembaruan sel tubuh lebih cepat. Perbaikan sel tubuh itu dimungkinkan karena adanya pengeluaran hormon-hormon tadi.

Ada dua fase tidur yang punya peran penting, yakni rapid eye movement (REM) dan non-rapid eye movement (Non-REM). Istilah pertama lebih dikenal sebagai tidur aktif. Dalam keadaan tidur aktif, tubuh dapat bergerak-gerak, mata bergerak cepat di balik pelupuk, serta detak jantung dan pernapasan tak teratur. Otak juga sangat aktif. Pada bayi dan anak, sel-sel otak tumbuh sangat cepat di fase ini. Inilah yang memengaruhi perbaikan emosi dan kognisi. Bila Anda kerap mendapatkan anak terbangun, mengigau kecil atau tidur lasak (Sunda:motah), ia tengah berada pada fase tidur aktif ini.

Lawan tidur aktif adalah tidur pasif atau tenang (Non-REM). Dalam keadaan begini anak tidur tenang, tanpa gerakan. Sebaliknya, tidur tenang berperan penting dalam aspek pertumbuhan fisik anak. Perbaikan sel tubuh terjadi pada fase ini.
Bayi yang baru lahir biasanya lebih banyak mengalami tidur aktif (REM). Sedangkan anak balita ke atas, tidur aktif hanya menguasai sepertiga waktu tidurnya. Tidur anak yang ideal adalah bila ia mengalami fase tidur ini.

Dalam menghadapi anak dengan masalah tidur, penting bagi para ibu untuk memerhatikan faktor psikis, fisik, dan lingkungan. Buatlah jadwal rutin jam tidurnya. Konsistensi akan membuat anak merasa nyaman dan aman.
Penting diingat, ada beda antara mengajak anak ke tempat tidur dan meminta anak untuk tidur. Jika Ibu "hanya" memintanya untuk tidur, bisa dipastikan anak takkan memedulikannya. Sebaliknya, ajaklah ia untuk naik ke tempat tidur. Di sini, orang tua bisa melakukan apa saja untuk merangsangnya mengistirahatkan tubuh. Bila tubuh rileks, kantuk akan datang dengan sendirinya.

Selain memperbaiki kualitas psikis dan lingkungan, asupan makanan pun memegang peran penting. Faktanya, ketika ia masih bayi, setelah disusui ASI biasanya akan tertidur. Itu karena ASI mengandung banyak protein utama, alfa protein. Protein ini kaya akan triptofan (asam amino), protein penghubung antar syaraf dan pengatur pola kebiasaan (neurobehaviour) yang berdampak pada pola tidur. Karena kini si kecil tak lagi mengonsumsi ASI, pemberian susu buatan pabrik yang mengandung alfa protein dan triptofan dapat jadi alternatif. Juga, banyak orang percaya bahwa buah pisang pun mengandung banyak zat pemicu kantuk. Untuk itu, tak ada salahnya orang tua mencobanya. Lalu, hindarilah es krim, permen, juga kue-kue rasa moka atau kopi, karena makanan ini mengandung kafein yang bisa mencegah kantuk.

Selain itu, buatlah rutinitas baru menjelang tidur seperti mendongeng, membaca, atau main puzzle. Kurangi aktivitas anak yang melibatkan fisik di sore atau malam hari. Ganti dengan aktivitas yang lebih rileks. Sediakan pula suasana tidur yang sama setiap malam. Lampu rdup, sprei rapi berwarna lembut, tenang, dan sebaiknya tak ada televisi di kamar.

Bila anak sudah masuk jam tidur, sebaiknya orang tua atau anggota keluarga lainnya tidak menyalakan televisi atau komputer kerja. Untuk sementara, ciptakanlah "suasana kantuk", dan seluruh anggota keluarga seolah tengah bersiap untuk istirahat.

Sebuah penelitian memang pernah membuktikan bahwa anak-anak sulit tidur cenderung memiliki kecerdasan yang baik. Buruknya, insomnia justru berpotensi mengganggu bakat cerdasnya. Karenanya, tak ada alasan untuk mengizinkan insomnia mendera hari-hari si kecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


cewek bulek nyanyi lagu SEULANGA - RAFLI Aceh
Web Hosting